KOLAKA, TOPIKSULTRA.COM — Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kolaka mencatat balita penderita stunting atau penderita masalah kekurangan gizi di Kabupaten Kolaka sebanyak 634 kasus sepanjang tahun lalu.
Kepala Dinas Kesehatan Kolaka, Harun Masirri mengatakan, angka penderita stunting di Kolaka secara keseluruhan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Dari 12 kecamatan di Kabupaten Kolaka terdapat 3 kecamatan dimana penderita stuntingnya cukup tinggi, yakni Kecamatan Wundulako 230 kasus, Kecamatan Baula 85 kasus, Kecamatan Pomalaa 78 kasus.
“Secara keseluruhan memang ada peningkatan status dari 2019 ke 2020, tapi itu menggunakan data input bukan data pengukuran sehingga datanya kurang tepat. Untuk tahun 2020 sampai sekarang kita gunakan data pengukuran sehingga datanya betul-betul yang dimasukkan,” jelasnya, Kamis (25/3/2021).
Ia menerangkan, stunting dalam arti luas adalah kekurangan gizi kronis yang mengganggu pertumbuhan anak sehingga tinggi badannya lebih rendah ketimbang rata-rata anak seusianya. Namun kata dia, tidak selamanya stunting itu dilihat dari gangguan pertumbuhan fisik anak belaka tapi juga dapat dilihat dari gangguan kecerdasan intelektual anak.
“Tidak selamanya tinggi badan anak menjadi tolak ukur untuk ditetapkan sebagai stunting karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi,” katanya.
Kata dia, stunting dapat terjadi pada saat 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) atau pada saat anak berusia nol sampai 2 tahun, sehingga 1000 HPK merupakan waktu yang paling efektif untuk dilakukan intervensi.
Arah tujuan intervensi stunting, lanjut Harun, adalah bagaimana meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk menghadapi berbagai tantangan sehingga diharapkan dengan intervensi itu tidak ada lagi generasi yang tidak produktif.
Pemerintah Kabupaten Kolaka telah menetapkan 65 desa dari 100 desa di Kabupaten Kolaka untuk menjadi lokus penanganan stunting pada 2021. Upaya Pemkab Kolaka menambah jumlah desa menjadi lokus penanganan stunting dinilai tepat, sebab stunting merupakan masalah kesehatan yang tidak bisa disamakan dengan masalah kesehatan lainnya.
“Masalah stunting ini memang tidak bisa kita samakan dengan kasus-kasus lain karena bisa saja seperti fenomena gunung es, kita lihat tidak ada padahal sebenarnya ada disitu. Dulu banyak desa-desa yang tidak diintervensi justru banyak ditemukan kasus stunting sehingga dimasukan lokus,” sebutnya.
Untuk mencegah terjadinya stunting di Bumi Mekongga, Dinkes Kolaka menurut Harun telah melakukan pelayanan kesehatan, penyuluhan ke masyarakat agar membangun kesadaran dalam berprilaku hidup sehat, serta pemberian vitamin pada balita dan ibu hamil.
“Nanti pada akhir Maret tahun ini akan kita lakukan rembuk stunting untuk menyampaikan analisis dan mengetahui rancangan kegiatan penurunan angka stunting di 2021 dihadapan Bupati Kolaka. Dari data-data itu kemudian akan kita tentukan langkah-langkah apa yang kita lakukan terkait stunting ini,” pungkasnya.
Laporan : Azhar Sabirin