Difitnah Dapat Untung dari Covid-19; Dari Rekayasa Hingga Menuai Dollar, Dokter di Kolut Tulis Pesan Menyentuh

banner 468x60

LASUSUA, TOPIKSULTRA.COM — Dokter, perawat dan tenaga lainnya adalah garda terdepan dalam pencegahan dan pemulihan Covid-19 yang melanda dunia. Namun, ditengah lelahnya para medis dan sukarelawan lainnya berjuang di garis terdepan, masih saja ada kecurigaan, suara nyinyir hingga fitnah maupun hoax yang dialamatkan pada tim medis. Terbaru, muncul tudingan yang mengesankan seolah dokter atau tim lainnya mendapat untung dari adanya musibah Covid-19, mulai dari isu rekayasa, bisnis hingga menuai dollar?

Menyikapi tudingan atau kecurigaan tersebut, salah seorang dokter di Kabupaten Kolaka Utara, dokter Syarif Nur selaku juru bicara pencegahan dan penanganan Covid-19 Kabupaten Kolaka Utara, yang juga Direktur RSUD Djafar Harun Lasusua, menjawab isu tersebut dengan menuliskan pesan yang disebutnya sebagai CORETAN HATI.

Berikut suara hati dokter Syarif Nur melalui akun Grup Whatsapp TANGGAP COVID-19 Kolut:

MELENGKAPI Tulisan Sejawat & CORETAN  HATI DARI SAYA DOKTER SYARIF

Pekerja ASN, Honorer, Gratis dan Sukarela Pada Penanganan Wabah Covid-19.

Rekayasa, bisnis, dan menuai dollar??? (yg pasti kalau ikhlas adalah ladang pahala)

Bukan utk menggurui orang2 yg tidak percaya kepada kami, hanya sekedar mencerahkan masyarakat lain yg masih setia berjuang bersama Nakes.

Beredar dugaan adanya rekayasa, bisnis dalam upaya mendapatkan keuntungan dari wabah pandemi covid19 ini yg dialamatkan kepada para nekes, dgn asumsi bahwa kami lakukan utk mendapatkan nominal yg sangat besar dan menggiurkan👎👎👎Tapi,kenyataan dalam penanggulangan Covid-19, sangat banyak tenaga tenaga kesehatan yang dibayar sangat rendah atau tidak dibayar sama sekali. Mereka sangat banyak melakukan pelayanan di rumah sakit dan takutnya jika mereka tidak ada maka pelayanan rumah sakit bisa runtuh atau minimal kemampuan rumah sakit akan jauh menurun.

Sebetulnya kami tidak berkeinginan menyampaikan hal ini kemedia dalam waktu yang kelihatannya kurang tepat, karena sebenarnya kami sudah siap mengemban tugas dan tanggunga jawab kemanusiaan ini , tetapi isu yang menggelinding terhadap dokter dan tenaga kesehatan bergulir cepat dan menyentuh isu yang sensitif sehingga ada kesan bahwa sarana kesehatan dan dokter serta tenaga kesehatan diuntungkan dengan adanya wabah Covid-19. Padahal yang terjadi adalah sebaliknya,sebagai contoh di tempat kami hampir tidak ada lg dokter yg praktek pribadi selama 3 bulan ini , kunjungan pasien rawat inap dan rawat jalan drops drastis pada angka 1,2 dan 3 entah pasien lari kemana kasian?apakah ke RS non covid, kedukun, th/ alternatif dll, bahkan menurutku kamilah yg paling rentan mengalami risiko tertular, kesakitan dan kematian .

Kami juga menyampaikan hal ini sebagai pencerahan bagi masyarakat bahwa banyak mereka medis/paramedis yang dibayar sangat minimal dan jauh dari upah minimum propinsi/Nasional.

Puskesmas dan Rumah sakit di daerah banyak mempekerjakan dokter dan tenaga kesehatan honorer, honor mereka sangat jauh dari upah minimum dan standart kelayakan, hal ini sebetulnya isu lama dan sudah berkali kali dibahas di berbagai kesempatan yermasuk⁵ media sosial. Honor mereka kadang hanya menyentuh angka ratusan ribu rupiah perbulan. Selanjutnya tenaga honor/ sukarela yang bekerja di RS pasti paling terkena dampak. Gaji mereka biasanya diambilkan dari jasa medis dan sering dibayarkan per tiga bulan pasti drops dgn kunjungan yg anjilok. Imbalan buat mereka rasanya tidak manusiawi. Tetapi sebagai gambaran imbalan mereka hanya ratusan ribu per tiga bulan. Agar tidak menjadi masalah dalam permohonan mereka saat menjadi tenaga honorer dan sukarela biasanya dilampirkan surat pernyataan tidak menuntut imbalan atau bayaran. Yang mereka harapkan hanya jika ada peluang menjadi pegawai pemerintah, mereka mendapat pemberitahuan pertama sehingga peluangnya lebih besar. Teman2 sabar dan ikhlas kok👍👍👍🙏 Kami sudah beberapa kali menyampaikan hal ini, dan bahkan ada tanggapan masyarakat bahwa” yang salah adalah mereka kenapa mereka mau menjadi tenaga honorer dan sukarela. Pernyataan yang menyudutkan tanpa mencari solusi dan jalan keluar”.

Yang ingin saya sampaikan bahwa pada saat wabah Covid-19 berlangsung ini, risiko mereka sangat besar sementara mereka tidak dibayar dengan layak bahkan bisa saja ada yg tidak dibayar sama sekali. Bagaimana tidak berisiko besar?, Dimana utk orang lain harus ditutup pake masker, dan jaga jarak justeru sebaliknya bagi nakes harus didekati secara fisik dan emosional(rongsen, obat, tindakan, makan dll, masker yg wajib dikenakan justeru harus maskernya dibuka karena pengambilan sampel di hidung ,mulut , dahak di laboratorium😢Jika terjadi kesakitan pada mereka bahkan kematian tidak ada proteksi dan perlindungan bagi keluarga mereka. Tidak ada pensiun atau asuransi bagi mereka.

Kita mempunyai masalah yang selama ini kita sembunyikan atau tersembunyi, masalah hak dan kebutuhan akan kehidupan yg layak.Sudah saatnya bersama sama kita melihat bahwa masalah kita bukan hanya pada ketersediaan faskes, ketersediaan tenaga kesehatan tetapi imbalan yang layak bagi mereka seharusnya juga kita perhatikan.

Idealnya kepada pemangku kepentingan yang membuat produk hukum sebagai dasar aturan untuk pembayaran mereka, sewajarnya dan selayaknya memperhatikan hal ini, karena tenaga dan fikiran mereka memang sangat dibutuhkan dlm pekerjaan yg sangat berisiko dan berpotensi protes dan komplain dgn segala kemajemukan(melayani manusia yg bernyawa bahkan yg mati, muda sampai tua, rakyat biasa sampai pejabat, tak mengenal waktu dll)

Terlebih dahulu kami memohon jika keprihatinan kami ini diartikan lain lagi oleh pihak tertentu. Tetapi menurut kami ditengah hujatan yang banyak dari masyarakat saat ini bahwa tenaga kesehatan mengambil keuntungan dari wabah Covid-19, kami juga berhak menyampaikan fakta2 kebenaran yg kami niatkan dan lakukan yang terjadi dibalik layar pelayanan kesehatan.

Isu2 dan hoax yang luar biasa. Isu bahwa sengaja pasien di covidkan luar biasa menyakiti hati kami dan perasaan teman2, faktanya di RS kami di Kolaka utara selama pandemi kami merawat tercatat lebih 1200 pasien disemua bagian , pasien covid yg kami rawat sebayak 7 orang(0,58%), yg mana kami paksakan covid?  Kenapa tidak rawat 500 pasien misalnya???? Ayo mulai buka hati dan pikiran utk menelaah tudingan itu.

Lanjut kami biasa mengirim sampel pemeriksaan swab PCR yg katanya bisa direkayasa dan dibolak balik, contoh kejadian, minggu lalu kami kirim sampel swab sebanyak 60 orang, faktanya yang hasil pemeriksaan dari Labkes Mkssr positif ada 1 orang (1,6%), Coba dipikir kalau ini bisnis dan bisa direkayasa, kenapa kami tidak rekayasa positifkan 50 orang (jelas2 kita nanti akan merawat orang sehat tanpa risiko)???

Jadi menetapkan ODP, PDP, COVID melalui proses berjenjang dan bertahap tidak segampang yg orang tuduhkan (kyk orang main bambang tu sj😛🙏utk cari siapa yg kentut), tapi tahapan nya: penelusuran, tanya jawab riwayat penyakit sebelumnya, riw penyakit sekarang,riw perjalanan, riwayat kontak, pemeriksaan fisik diagnostik,pemeriksaan laboratorium lengkap, radiologi rongsen, USG, rapid dan swab PCR.

Nah Dimana rekayasanya? Dimana bisnisnya?Awal mulanya ada wabah, kami sdh lebih duluan jalan dan bekerja, pengadaan APD dan suplement kami dapatkan dari donatur, keluarga dan sesama petugas kesehatan serts dari relawan2, waktu itu kami berpikir cepat dan kreatif, bahkan teman2 kami ajak berkreasi sendiri BUAT APD meskipun masih jauh dari standar keamanan petugas, tapi itulah yg kami lakukan sbg perisai awal dari pada hanya menunggu bantuan bisa mati konyol kita. Alhamdulillah seiring waktu berjalan mulaimi ada dropping dari pemerintah, sehingga kami pelan2 mulai lega dan makin percaya diri bekerja.

Banyak juga akselerasi dan percepatan yg kami lakukan dengan dukungan teman2, pemerintah dan stake holder lainnya, diantaranya (kami paling awal punya rapid sendiri, paling cepat pengadaan medium transfer virus, pelatihan tenaga lab khusus covid awal wabah, kolut lebih duluan bisa lakukan pengambilan swab mandiri, ketersediaan APD optimal, bahkan RS kita yg pertama di Sultra yg melengkapi fasilitas peralatan perawatan pasien covid meskipun kita bukan RS rujukan covid.(ini semua kami lakukan utk memperpendek birokrasi pelayanan sekaligus memotong rentang kendali pelayanan dgn pertimbangan kasian kalau pasien dan keluarga, OTG, PDP harus di bawah ke Ibu kota propinsi dgn waktu tempuh sekitar 7-8 jam, yg mana konsekwensi ikutan tentu besar sekali dgn risiko juga yg lebih besar), belum lagi dropsnya psikis org2, keluarga dan pasien sendiri padahal justeru harus di support. Bahkan kalau Allah merestui bisa jadi kita di Kolut kab pertama di Sultra yg bisa mengadakan alat Swab PCR, Amiin.

Kemudian terkait anggaran justeru bebrapa kegiatan belanja jasa, modal di OPD termasuk di RS dipangkas sampai dgn 50% utk dana recofusing penanggulangan wabah pandemi. Jadi dana 18 koma2 itu realokasi dari Anggaran Dinas2 se Kolit. Jadi dampaknya rencana fisik serti buat bangunan tertunda, pelatihan2 dihilangkan, pembinaan dikurangi , perjalanan konsultasi dan pendidikan semua kena imbas. Apa boleh buat,harus kami mengerti karena masyarakat sangat terkena dampak maka di prioritaskan utk untuk bansos, pengadaan ApD, pembgunan RS isolasi, dan rencana pengadaan alat deteksi swab PCR.  Justru sy menaruh hormat pada pemerintah Kolut karena plafond dana recofusing utk Kolut termasuk paling rendah di banding daerah di Sultra tapi berani melakukan terobosan2 seperti Bansos dimana2,pembangunan RS isolasi dan pembelian alat deteksi cepat dan canggih yg bisa digunakan utk covid dan penyakit virus yg lain, seperti HIV, hepatitis, sars dll

Toh kalau ada kedengaran biaya perawatan yg menggiurkan yg lebih duluan sampai ke pikiran orang2 , itu jg baru kami dengar dan konon sementara disusun juknisnya yg peruntukannya tetap berbasis real cost pelayanan.( meliputi transport, makan minum, vitamin, ruangan, biaya ApD petugas dan pasien, pemeriksaan lab, radiology, usg, perawatan khusus, ICU, penggunaan ventilator dll), toh nanti akan dihiitung secara detail, termasuk nanti dilakukan pemotongan dari bahan habis pakai, alat rapid, biaya swab dll yg sdh di berikan dlm bentuk barang. Jadi jgn terlena dgn angka2 yg muncul kemudian melemparkan upaya2 rekayasa terkait dgn nilai2 nominal yg muncul. Untuk sekedar info di RS kita berikan honor satgas kami sejumlah 1 juta rupiah perbulan(jumlahnya sama utk dokter, perawat, tenaga lainnya), bahkan ada yg masih harus berbagi lagi dgn tmn nya ok yg masuk dlm penganggaran sangat terbatas(seperti radiology, gizi,petugas kamar jenazah, loundri, CS) 🙏🙏.
Tapi yg saya terharu dan semangat karena tmn2 masih tetap rela bekerja dan semangat meskipun dgn risiko pertarungan nyawa dgn segala tuduhan2 rekayasa, terutama tmn2 di garis perbatasan , di pkms dan stake holder lainnya dll

Terus kalau anda tidak percaya adanya wabah ini, itu hak anda. Tapi dgn fakta lebih 300 ribu orang meninggal dunia yg tak kenal umur dlm waktu tidak sampai 3 bulan adalah suatu dasar yg semestinya membuat kita berfikir? Buat orang yg punya akal jernih pasti ada apa2 ini diluatr batas ielaziman , Apa yg terjadi di italia, Equador, USA dan dunia lain, bahkan saudara2 kita di Surabaya yg khabarnya petugas dan RS sdh mulai kewalahan bahkan tidak mampu lagi menampung orang 2 covid19??? Jadikanlah pelajaran dan jgn sampai jadi pengalaman. Kami tidak menakut2i teman2 sekalian tapi waspadalah, bahwa niscaya memang ada satu yg luar biasa.

Katanya bisa sembuh sendiri tanpa obat, vaksin dsb.??Memang virus mengikuti roule penyebab infeksi lainnya, sanhat tergantung kepada faktor serangan dan pertahanan. Jadi bila serangan lemah kalau imun bagus kita tidak sakit dan bisa sembuh sendiri(self limiting disease), selebihmya ada namanya carier, ada menderita sakit ringan, berat bahkan berujung pada kematian.

Terus kenapa di rawat? Spy terpantau potensi kesakitan dan risiko perburukan serts yg paling UTAMA mencegah penularan kepada orang lain terutama usia tua dan orang2 dgn komorbid(penyakit penyerta)

Terus dugaan bisnis rapid test dan SKBS? Tarip yg muncul kalau menurut saya memang karena beberapa aturan yg jelas dalam perda kolaka utara. Jadi bukan asal2 di bikin standart tarip. SKBS itu bukan coretan atau foto copy biasa tapi keterangan ttg proses pemeriksaan dan status kesehatan sesorang yg memiliki tgg jawab profesi dan keilmuan di dalamnya. Masih adakah surat2 yg tidak berbayar sekarang???? Toh kalau ada yg gratiskan itu berarti kebijakan , rejekinya orang tapi ingat itu bukan hak kita.Tarif mumcul karena karena da proses pemeriksaan, ada atk, dan yg terpenting ada tgg jawab keahlian didalamnya yg tdk bisa dinilai dgn nominal sederhana dll Kalau Rapid test diawal pandemi orang berdatangan minta surat bebas dgn tujuan keterangan yg macam2, padahal belum ada bantuan alat rapid sehingga tmn2 berusaha mencari sendiri dgn nilai perolehan yg bermacam2 sampai diangka 7 juta/20 pieces. Jadi kalau muncul tarif seperti Makassar 800 ribu, Palopo 650 ribu,  Kendari 500 ribu sy kira itu sangat wajar oleh karena nilai itu muncul dari nilai perolehan tambah biaya pemeriksaan(proses sentripus, spoit, tabung , apd), atk, adm dll

Katanya ada rapid Droping ? Iyya betul ada tapi masih terbatas dan peruntukannya utk pasien ODP, OTG, PDP ? Masyarakat lain?Ada Kebijakan utk siswa/mahasiswa, pelaku bepergian karena rujukan, kematian, perjalanan dinas, semua kami bebaskan.(bisa tanya2 mereka terutama adik2 mahasiswa), bahkan utk mereka2 ini setelah di rapid kami tambahakan lagi doa sehat dan sukses dlm perjalanan, lancar urusan dan mahasiswa cepat selesai membangun daerah kita sbg generasi pelanjut.

Untuk masyarakat umum kita liat urgensinya ok upaya ini dilakukan untuk menekan pergeseran penduduk yg tidak mendesak dan tidak terlalu penting (biaya perolehan dihilangkan dan ttp dikenakan biaya lain sesuai dgn aturan yg ada) Justeru kalau semua di bebaskan menurutku adalah sebuah kecerobohan yg yg menghilangkan efek edukasi terhadap masyarakat ttg penanggulangan wabah ini.(muncullah alasan mau reuni, pesta, belanja, rekreasi, konkow2, atau bahkan sekedar siap2 saja ok mumpung gratis).Kalau memungkinkan kami sudah merencanakan rapid
massal dan tidak berbayar🙏🙏🙏

Ingat namanya saja ini wabah yg tidak terprediksi sebelumnya. Jadi kalau terjadi kekurangan dalam upaya kami dan pemerintah dlm upaya penanggulangan ini, itu tidak terlepas dari situasi yg mendesak dan dinamika yg terus berputar. Tapi kami tetap berusaha merespon setiap perubahan dgn penyempurnaan disana sini.Dan mohon maaf atas atas keterbatasan2 itu🙏

Kalau semangat dan mental kami kaleng2, sdh lama kita ambil jalan pintas yg aman dan simpel, kami juga bisa egois….tapi kami merasa bagian dari Kolaka utara tercinta ini yg punya tanggung jawab yg besar utk masyarakat Kolut.

Satu hal yg membuatkami ttp optimis dan semangat, pemerintah percaya kami dan mayoritas masyarakat masih mendukung kami utk bekerja.Terutama support dan doa kita semua para orang tua, para ulama, pengasuh pesantren dan anak2 yatim piatu dan yg tdk bisa kami
sebutkan satu persatu (terima kasih semua yah🙏🙏🙏, hanya yg Diatas bisa membalas semua ini) Bahkan di akhir nada suara2 minor itu masih sangka baik kami adalah wujud kepedulian mereka kepada kami dan ketidak tahuan mereka terhadap niat dan apa yg kami akan dan sudah kerjakan.Dan yg maha pasti bahwa Tuhan melihat nawaetu dan kerja kami, maha mendengar doa dan resah hati kami dan tmn2 serta masyarakat yang mendukung kami dan juga saya yakin bahwa Tuhan maha adil, tidak tuli dan buta atas suara2 minor dan coretan2mu saudaraku 💖💖💖

Doakan semua baik2 saja, Kami juga pingin istirahat, pingin ketemu keluarga dan kerabat yg jauh disana, pingin tidah dijauhi/dikucilkan, pingin suasana kerja yang kondusif dan professional (entah itu dimana)

Kembali Mari
#Salingmengingatkan
#Salingmenguatkan
#Salingmempercayai
#Salingmendoakan

Lasusua, 5 Juni 2020 pukul 00.14 wita
(menjelang operasi darurat SC cito)
SyarifCcPatrianef.

(Catatan: Publikasi coretan hati dokter Syarif ini telah mendapat persetujuan dari yang bersangkutan).

Editor: Sabaruddin T.Pauluh

Editor

Comment