TOPIKSULTRA.COM, KENDARI – Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mencatat 116 kasus Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) sepanjang tahun 2023, dengan luas areal 211,88 hektare.
Hal ini berdasarkan laporan dari beberapa Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Dinas Kehutanan (Dishut) Sultra. Data ini merupakan data sementara, dan bisa saja bertambah.
Kasus Karhutla ini paling banyak terjadi di Agustus-Oktober terdiri dari beberapa fungsi kawasan diantaranya Hutan Produksi (HP) Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi Konversi (HPK).
Areal Penggunaan Lain (APL), Hutan Lindung (HL), serta HL dan APL yang tersebar di beberapa kabupaten kota di Sultra. Namun dominan terjadi di APL.
Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan Hutan dan KSDAE Dishut Sultra, Rafiudin mengatakan penyebab yang paling sering terjadi dari ratusan kasus Karhutla ini adalah akibat kelalaian masyarakat yang membuang puntung rokok dengan sengaja.
Kemudian pembersihan lahan pertanian masyarakat dengan menggunakan metode pembakaran.
“Kan dari dulu itu pembersihan lahan pertanian itu melalui pembakaran. Seharusnya saat proses pembakaran itu dia buat sekat-sekat sehingga tidak merembet ke kawasan hutan,” ungkap Rafiudin saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (30/10/2023).
“Jadi rata-rata penyebabnya itu hanya dua itu saja,” sambungnya.
Untuk itu, ia menghimbau kepada masyarakat yang hendak melakukan pembukaan lahan dengan pembakaran agar bisa melapor ke KPH setempat agar diawasi.
Rafiudin menjelaskan usai mendapatkan laporan dari KPH terkait Karhutla ini, pihaknya kemudian akan melakukan evaluasi untuk mengetahui luas areal hutan dan lahan yang terbakar.
Setelah itu, pihaknya ada melaporkan data-data tersebut ke bidang lain untuk dilaksanakan rehabilitasi.
“Kemudian kita melaporkan data-datanya nanti dibidang lain yang dilakukan rehabilitasi,” bebernya.
Namun, jika Karhutla ini terjadi di wilayah perizinan, baik penggunaan kawasan hutan, ataupun pemanfaatan kawasan hutan, itu juga merupakan tanggung jawab nya masing-masing untuk dilakukan rehabilitasi.
Laporan: Rahmat Rahim
Comment