BOMBANA, TOPIKSULTRA.COM — Buntut dari penolakan Prsetujuan Relaksasi Utang 195 Milliar yang di lakukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bombana secara kelembagaan beberapa waktu lalu membuat Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Bombana, Darwin Ismail angkat bicara. Ia meminta agar Dewan Bombana melakukan pengkajian ulang.
“Dikajilah dulu, pelajari jangan langsung main tolak,” ucapnya saat di temui sejumlah wartawan di ruang kerjanya, Senin, (16/11/2020).
Darwin Ismail menjelaskan, akibat pandemi Covid-19, membuat Dana Alokasi Umum (DAU) Bombana mendapat pemotongan sebesar 10 persen untuk tahun 2020 dan tahun 2021 mendatang. Sehingga hal tersebut membuat analisis perhitungan Pemkab terkait pengembalian pinjaman daerah meleset dari perhitungan sebelumnya.
Menurut Darwin, jika pinjaman tersebut tidak di lakukan relaksasi, maka Pemerintah Bombana akan menanggung pembayaran sebesar 101 miliar di tahun 2021. Adapun jika pinjaman tersebut di relaksasi maka daerah hanya akan mengangsur sekitar 50 sekian miliar saja pada tahun tersebut.
Darwin meyakini jika relaksasi disetuji DPRD Bombana, maka daerah akan mendapatkan spare(dana sisah) 51 miliar dan jika kita gabung dengan pendapatan sebelum relaksasi, maka akan tersisah uang sekitar 80 miliar lebih yang bisa digunakan di tahun 2021.
“Dana ini yang kemudian akan dijadikan program yang sesuai visi misi Bupati dalam RPJMD,” ujarnya.
Selain itu kata Darwin, jika relaksasi utang daerah sebesar 195 milliar tersebut dilakukan, maka kewajiban angsuran Pemda Bombana bakal dipotong dan diberikan penambahan waktu pengembalian bunga dan pokok.
“Namun jika tidak dilakukan relaksasi, maka spare atau sisa dana dari belanja wajib yang bisa digunakan dari DAU Bombana tahun 2021 tersisa hanya 30 Miliar saja,” urainya.
Menanggapi hal tersebut, Iskandar, Wakil Ketua DPRD Bombana mengatakan penolakan tersebut dilakukan bukan tanpa alasan, melainkan setelah Pimpinan dan anggota DPRD melakukan rapat kerja dengan Pemerintah Daerah beberapa waktu lalu.
Iskandar, menjelaskan, alasan Pemda mengajukan persetujuan relaksasi ke DPRD karena menurunnya pendapatan daerah dan dana transfer daerah serta untuk mengantisipasi dampak sosial dan ekonomi pandemi Covid-19 yang belum bisa di prediksi belum mampu meyakinkan mayoritas Anggota DPRD sebab sejumlah anggota Dewan menilai tidak satupun dalam nomenklatur pinjaman daerah itu, baik pinjaman dari bank maupun yang dikeluarkan dari Kementerian Keuangan yang menyebut peruntukannya untuk penanganan dampak Covid-19.
“Pendapatan daerah akibat pandemi Covid-19 bukan saja di rasakan oleh Kabupaten Bombana melainlan dialami oleh seluruh Kabupaten dan Kota di Indonesia, dan peruntukan utang daerah tersebut semata untuk kepentingan pembangunan infstruktur. Meskipun pemerintah pusat memberikan instrumen bagi daerah yang kesulitan, tetapi titik fokusnya pada pembiayaan infrastruktur,” urainya, Selasa, (17/11/2020).
“Karena tidak satupun dalam nomenklatur pinjaman daerah itu, baik pinjaman dari bank maupun yang dikeluarkan dari Kementerian Keuangan yang menyebut peruntukannya untuk penanganan dampak Covid-19 tetapi dia hanya fokus ke infrastruktur,” jelasnya.
Terlebih lagi, kata Iskandar, Pemda tidak mampu memberikan penjelasan secara komprehensif yang dapat meyakinkan DPRD terkait peruntukkan selisih dana jika dilakukan relaksasi, karena Ia menilai dengan adanya relaksasi berarti ada kelunakan pengembalian pinjaman sehingga terdapat selisih dana dari yang seharusnya dibayarkan.
”Kita butuh itu disampaikan secara terbuka.
Kenapa itu penting, karena dana pinjaman itu akan menjadi beban daerah dan itu menjadi beban rakyat. Ini untuk asas transparansi dan akuntabilitas keuangan,” ujarnya.
Untuk di ketahui permintaan persetujuan relaksasi utang Daerah sebesar 195 Milliar dari Bank Jateng awalnya di jadwalkan lunas di Tahun 2022 namun oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bombana kembali diusulkan menjadi Tahun 2024.
Laporan: Refli