TOPIKSULTRA.COM, KOLAKA UTARA — Himpunan Pelajar Mahasiswa Kolaka Utara (Hipermaku) menyuarakan penetapan Desa Majapahit kecamatan Pakue Tengah, Kolaka Utara sebagai desa adat, pariwisata dan budaya.
Tuntutan tersebut disuarakan Hipermaku, dalam unjuk rasa di gedung DPRD Kolut, Senin,(31/1/2022). “Ada 8 tuntutan kami ajukan terhadap pemerintah kabupaten Kolaka Utara,” kata Syahrial Amir, koordinator aksi menyampaikan tuntutannya.
Hipermaku mendesak agar pemda Kolut segera menetapkan dan mendaftarkan air sakral yang berada di area gua Desa Majapahit dan makam Mokole Waworuo menjadi cagar budaya.
“Melestarikan cagar budaya kedatuan Luwu bernama air sakral, gua Majapahit dan Makam Mokole Waworuo yang merupakan simbol pemersatu masyarakat Kolaka Utara tanpa memandang dan membedakan suku, agama dan ras, budaya dan etnis manapun,” katanya.
Hipermaku juga meminta Ketua Dewan Adat Patowonua sebagai lembaga resmi diminta untuk bertanggung jawab terhadap eksistensi pelestarian tradisi,adat dan budaya. Pemda Kolut juga diminta menegur pemerintah Desa Majapahit dan Desa Lanipa, atas tidak adanya perhatian terhadap tradisi, adat istiadat dan budaya, baik itu berupa benda, bangunan, struktur,situs dan kawasan di Desa Majapahit dan Lanipa.
Menyikapi tuntutan Hipermaku, Ketua KOmisi I DPRD Kolut, Sabrie Bin H. Mustamin, meminta dinas terkait agar secepatnya menyurati camat Pakue Tengah dan pemerintah desa untuk menjaga dan memelihara situs budaya air sakral gua majapahit.
Seharusnya, kata politisi Partai Demokrat ini, pemerintah desa cepat merespon aspirasi ini yang disuarakan masyarakatnya.
“Bumdes diharapkan harus bergerakikut serta menjaga kelestarian air sakral gua majapahit agar tetap terjaga nilai – nilai kesakralannya,” ujarnya.
Sementara, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Dikbud Kolut, Sadaruddin, mengatakan pihaknya sudah ke lokasi air sakral gua majapahit, dan lokasi tersebut sudah terdaftar sebagai ODCB di BPCB Makassar. “Tetapi bukan atas nama air sakral yang terdaftar, tetapi sebagai Goa Lawatu,” ujarnya. Secara implisit.
“Tetapi sebenarnya nama Lawatu itu sudah inflisit Secara implisit, kata Sadaruddin, Lawatu sudah mencakup di dalamnya, karena kata dasar “La” itu artinya sungai dan sudah mencakup didalamnya.
Sementara, keberadaan makam sudah ada 2 yang terdaftar sebagai sebagai objek yang diduga cagar budaya. Adapun penentuan bahwa dia cagar budaya perlu dilakukan survey dengan mengambil data-data yang valid dari masyarakat yang bisa memberikan informasi akurat.
“Termasuk kalau dia terdaftar di naskah lontara Luwu, bisa kami jadikan acuan,” tuturnya.
Menurutnya, tahun ini setelah survey mengambil data valid, akan disidangkan tim yang terdiri 5 orang. “Kalau memang lokasi tersebut memenuhi 5 kriteria sebagai cagar budaya maka akan ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten Kolaka Utara sebagai cagar budaya, dan akan dipasangkan papan nama sebagai cagar budaya yang dilindungi oleh Undang-undang nomor : 11 tahun 2010,” ujarnya.
Menurutnya, kalau dilihat dari 5 cagar yang ada yang tidak berjauhan dari lokasi itu memang cukup layak untuk dijadikan satu kawasan cagar budaya.
Laporan : Ahmar
Comment