Tiga Pabrik Pengelolaan Kakao Terbesar di Sultra Dibangun di Kolut

LASUSUA, TOPIKSULTRA.COM — Tiga pabrik pengelolaan kakao terbesar di Sulawesi Tenggara, kini dalam tahap pembangunan di Lasusua, Kabupaten Kolaka Utara (Kolut).

Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Kolaka Utara, Ismail MUstafa, mengungkapkan tiga pabrik yang kini mulai dibangun terdiri dari pabrik pengolahan kakao, fermentasi dan pengering. “Saat ini progres pembangunan sudah berjalan 40 persen,” katanya kepada wartawan, Kamis (17/9/2020), di kantornya.

Menurutnya, pembangunan pabrik kakao di Kolut yang berlokasi di Dusun Ballosi Desa Ponggiha Kecamatan Lasusua dan berdiri diatas lahan 10 hektar, dengan rencana pembiayaan mencapai Rp70 miliar yang bersumber dari APBD maupun APBN. “Tahap awal kini sementara berjalan dan menghabiskan anggaran sekira Rp6 miliar,” ujar Ismail.

Pembangunan pabrik kakao, kata Ismail, merupakan bagian dari program revitalisasi kakao yang dicanangkan bupati Kolut 2018 lalu dan kini mulai menghasilkan buah.

Selain pembangunan pabrik pengelolaan kakao, Pemda Kolut juga akan membangun gedung pusat pembibitan advokasi  dan gedung pusat pelatihan dan pengembangan Kakao, dengan bekerjasama pihak Kementerian Pertanian. “Insyaallah pengelolaan kakao di Kolut bertaraf nasional,” tuturnya.

Untuk mendukung terwujudnya program tersebut, Pemda Kolut terus melakukakn sosialisasi dan membentuk koperasi.
khususnya di tiga zona, yakni; zona Selatan di Kelurahan Ranteangin, Kecamatan Ranteangin, zona Tengah dipusatkan di Kelurahan Lapai Kecamatan Ngapa dan zoa Utara dipusatkan di Desa Latali Kecamatan Pakue Tengah.

Ismail optimis, Desember 2020 ini, pembentukan koperasi di tiga zona tersebut dipastikan sudah terbentuk dan nantinya koperasi tersebu akan mengelolah unit usaha pembelian biji Kakao kepada petani, yang selanjutnya akan dijual ke pabrik.

Untuk pembelian, Ismail menjamin harga akan lebih baik dari harga yang biasa dijual ke tengkulak. Ia mencontohkan, kalau selama ini petani menjual biji kakao basah dengan harga Rp7 ribu sampai Rp8 ribu perkilo.
Namun, melalui koperasi pabrik siap membeli dengan harga diatas. “Bisa jadi hingga Rp15 ribu perkilo-basah maupun kering,” katanya.

Laporan: Ahmar

Editor

Comment