Penulis: Eka Putri Puisi (Hanya Perempuan Sederhana Pecandu Huruf)
19 Maret 2020 resmi diumumkan bahwa 3 orang positif COVID-19 di Sulawesi Tenggara. Terkait isu tersebut, maka berkembanglah isu yang tidak benar bahwa pelayaran laut yang memasok bahan kebutuhan dasar masyarakat setempat akan dihentikan. Menyikapi isu ini, masyarakat setempat seperti sedang terkena shock therapy yang memicu panik massal dan terjadilah “perubahan perilaku belanja” yang membuat sebagian orang mengalami panik buying atau kepanikan dalam berbelanja hingga memborong di luar batas.
Sikap panik masyarakat yang memborong masker, hand sanitizer, beras dan lain sebagainya karena takut kehabisan stok, itu adalah gejala anxiety. Sini, saya ceritakan pada kalian bagaimana anxiety bekerja sangat nyata di kepalamu!
Anxiety, alias gangguan kecemasan yang banyak kalian kenal datang dari gangguan lambung, atau biasa kalian kenal dengan sebutan “moho kengku” dalam bahasa Tomia itu, sudah kalian lakoni saat ini. Mari kita bahas lebih mendalam dengan mengangkat contoh orang yang mengidap gangguan lambung berupa maag di sekitar kalian. Hampir semua orang pernah bertemu atau mendengar ada orang yang mengidap penyakit ini di Tomia. Sebab penyakit ini mirip penyakit epidemi khusus di daerah kita. Dan sangat banyak yang mengidapnya.
Lalu, mari kita kerucutkan pada penderita maag basah. “Maag basah” adalah istilah yang saya jumpai diciptakan dan dipopulerkan oleh masyarakat Tomia, merujuk pada penyakit gangguan lambung/maag pada seseorang yang justru membuat nafsu makan meningkat namun tidak seperti manusia lain pada umumnya, benar-benar meningkat bahkan dia sanggup menghabiskan seperiuk nasi dalam sekali makan.
Pengidap maag basah disertai dengan anxiety cenderung menjaga stock makanan agar selalu tersedia. Terlepas dari dia memakannya atau tidak, ia membutuhkannya atau tidak. Hingga ada istilah populer untuk mencandai para pengidap penyakit ini “jagae nakekeruno” yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, “menjagai isi periuknya”, yang memicu penderita gangguan lambung seperti ini sanggup menelan utuh seperiuk nasi karena didorong oleh perasaan tidak nyaman yang datang dari lambung, kosong melompong. Ada sensasi menganga dari dalam perut sana seperti pengakuan kebanyakan yang mengalaminya. Perasaan kosong melompong biasanya disertai dengan rasa lemas pada persendian dan sekujur tubuh mengeluarkan keringat dingin.
Perasaan tidak nyaman pada lambung itulah yang memicu anxiety disertai psikosomatik berupa rasa lemas pada dengkul dan keringat dingin di sekujur tubuh. Psikosomatik sendiri merupakan keluhan fisik yang didorong oleh kondisi psikis seseorang. Kondisi psikis, ya, berupa anxiety itu tadi. Seseorang menjadi merasa seolah-olah menderita. Dan “menjagai isi periuk” dilakukan penderita karena penderita berpikir bahwa makanan bisa menyelamatkannya dari semua sensasi itu.
Faktanya, “menjagai isi periuk” tidak mampu menyembuhkan penderita. Memang memberi efek menenangkan, namun tidak berpengaruh sama sekali pada proses pemulihan.
Sama halnya dengan panik berbelanja yang dialami oleh masyarakat belakangan.
Belanjaan kalian yang kalian tumpuk berupa bahan pokok termasuk masker dan hand sanitizer dalam jumlah banyak karena panik tidak kebagian itu, tidak akan menyelamatkan kalian dari ancaman infeksi COVID-19. Juga tetap tidak akan menyelamatkan kalian dari kelaparan atau kekurangan masker seperti yang kalian cemaskan itu. Jika kalian tidak mengikuti standar keamanan menghadapi virus ini seperti yang telah digemakan oleh para pakar.
Adapun aturan main menghadapi virus yang penularannya sangat cepat dan sudah menelan banyak korban hampir di seluruh dunia ini adalah: karena virus ini menggunakan manusia sebagai agen penularan, entah melalui kontak fisik jarak dekat atau melalui benda-benda yang tersentuh oleh orang yang terinfeksi. Maka, selain menjaga kebersihan diri dan lingkungan serta menjaga daya tahan tubuh, aturan menjaga jarak sesama manusia yang diberlakukan oleh pihak berwenang itu mesti kalian ikuti, benar-benar IKUTI!
Itu artinya, sebisa mungkin jangan sampai kalian terlibat atau masuk dalam sebuah kerumunan. Itulah juga mengapa sampai ada himbauan larangan PULANG KAMPUNG ketika virus ini sudah mulai merebak. Diperjalanan pulang ke kampung halaman itu kalian akan masuk dalam kerumunan orang yang satu otak juga dengan kalian. Bayangkan jika salah satu di antara kerumunan itu ada yang terinfeksi. Lantas kau pulang kampung menemui keluarga tercintamu.
Eh, kembali lagi. “Menjagai isi periuk” yang dilakukan oleh penderita anxiety akibat gangguan lambung, tidak akan memulihkan penyakitnya, malah justru menambah berat badan di luar batas normal. “Panik belanja” juga tidak akan menyelematkan kalian dari COVID-19 dan kehabisan stock, malah akan membuat orang-orang yang benar-benar membutuhkan jadi tidak kebagian. Dan ini justru akan menjadi ancaman juga bagimu. Dan yang lebih parahnya, kelaparan akan benar-benar melanda kita jika penyebaran virus ini tak terkendali karena ulahmu yang sulit diajak kerja sama untuk mengendalikan diri. Siapa yang akan bekerja memproduksi kebutuhanmu jika semua orang terinfeksi?
Bayangkan jika ada orang terinfeksi tapi dia tidak memakai masker karena tidak kebagian. Malahan kalian yang sehat yang pakai. Atau petugas medis yang berada di garis depan melawan penyakit ini yang justru paling membutuhkan tapi tepaksa memakai kresek karena stock masker habis. Secara tidak langsung kalian membuka peluang resiko bagi orang lain sekaligus resiko bagi kalian. Sebab penyakit ini menular, ya kan?. Bukankah itu sebuah kekonyolan yang akan bikin kamu mati konyol karena kebodohanmu.
Satu orang terinfeksi di sekitarmu, ribuan orang lainnya punya peluang yang sama. Memerangi musuh bisa dilakukan dengan bersatu’. Namun, karena musuh yang kita perangi ini adalah sebuah virus yang penularannya sangat cepat melalui interaksi jarak dekat. Maka “bersatu” jangan diartikan secara harfiah. Bersatu bisa berarti satu pikiran dan satu tujuan. Pikiran kita adalah melawan virus ini. Tujuan kita adalah untuk selamat dan menyelamatkan orang-orang terkasih. Maka jika dengan bersatu kita lumpuh. Namun menjaga jarak kita sembuh, mengapa tidak kita lakukan sekarang juga?
Makanya, solidaritas (Pasa-asa pohamba-hamba) itu penting. Dan saya juga mau bilang sesuatu seperti yang sering orang katakan kepada penderita anxiety di kampung ini “HOTO IMANI!”
Glosarium:
Hoto imani= memiliki iman/kepercayaan kepada Tuhan
Moho kengku=penyakit dingin/sebutan lain Masyarakat setempat untuk penyakit anxiety
Poasa-asa pohamba-hamba= bersatu saling membantu/ bersolidaritas
Comment