Belajarnya Masih di Pondok Darurat, Tapi Prestasi Santrinya Sudah Go Nasional

KOLAKA, TOPIKSULTRA.COM — Beralamat di Jalan Abadi Kelurahan Kolaka Asi Kecamatan Latambaga Kabupaten Kolaka, berdiri sebuah pondok Tahfidz Qur’an (pondok penghafal Al-Qur’an), yang menampung ratusan anak didik yang datang dari berbagai daerah di Sulawesi Tenggara maupun dari luar Sultra. Namanya pondok Tahfidz Khalilul Qur’an, binaan Ustads Muslim,S.PdI, yang hingga kini masih menempati pondok darurat (non permanen).

Agak sulit menemukan pondok yang dipagari rapat dengan seng bekas. Satu-satunya petunjuk yang memudahkan untuk menemukan pondok tersebut, yakni sebuah bangunan SDN 1 Kolaka Asi, yang berada tepat berhadapan dengan pondok dimaksud. Maklum, orang Kolaka pun masih banyak yang belum mengetahui keberadaan pondok tersebut. Namun, siapa sangka, meski baru tiga tahun membina anak-anak santri, tapi prestasi demi prestasi yang ditorehkan santri binaan pondok Khalilul Qur’an sangat gemilang, bahkan sudah go nasional. Terbaru, pada Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) ke-28 Tingkat Poovinsi Sultra, dari 16 santri yang diutus mewakili 8 daerah kabupaten dalam ajang dakwah dan syiar nilai-nilai Al-Quran, 8 diantaranya berhasil meraih juara 1, 2 dan 3, dan 3 santri lainnya meraih juara harapan.

Dengan prestasi tersebut, mengantarkan 3 santri Khalilul Qur’an untuk mewakili Sultra pada ajang MTQ Nasional yang akan dihelat November 2020 di Kota Padang Sumatera Barat. “Sebelumnya, pada MTQ Nasional 2019 di Pontianak, satu orang santri kami atas nama Asrar Abu Khair meraih juara nasional kategori hafalan 10 juz,” kata Ustads Muslim kepada TOPIKSULTRA.COM, Selasa malam, (29/9/2020).


Menempati Bangunan Darurat di Lokasi yang Curam

Pondok Tahfidz Khalilul Qur’an yang berdiri sejak 7 Juli 2017, menempati bangunan darurat (non permanen), yang berdiri di lokasi yang curam dengan kemiringan hingga 45 derajat. Luas lokasi tempat berdirinya asrama putra hanya berukuran 13 meter X 28 meter, dan ukuran 7 meter X 20 meter untuk asrama putri.

Menyiasati kondisi lokasi yang sempit dan curam, Ustadz Muslim dengan dibantu orang tua santri dan beberapa dermawan, membangun asrama santri dengan bangunan model rumah susun. Untuk asrama santri putra dibangun 5 susun (tingkat) dan menampung 90 anak santri, sedang asrama putri dibangun 6 tingkat dan dihuni 80 anak. Bagian depan lahan yang landai dijadikan halaman dan berdiri sebuah dipan atau bale-bale ukuran 2 x 3 meter. Di atas bale-bale inilah, Ustad Muslim memanggil satu persatu anak binaannya untuk menyetorkan hafalan ayat demi ayat di setiap waktu. “Disini santri hanya fokus hafalan, setiap hari ditarget hafal satu halaman,” kata Ustadz Muslim.

Menurutnya, lahan tersebut dibeli atas sumbangan dari beberapa dermawan yang mendonasikan rezekinya untuk pondok. Bahkan, untuk pembangunan asrama, orang tua santri turun tangan bergotong royong. “Ada orang tua santri yang datang dari Bombana membawa mesin gergaji mini (chainsaw), hanya untuk memudahkan pengerjaan pondok, dalam seminggu asrama rumah susun sudah berdiri dan langsung ditempati,” tuturnya.

Tidak Ada Brosur dan Promosi

Menyadari keterbatasannya, penerimaan santri Pondok Khalilul Qur’an tanpa pernah promosi atau sosialisasi. Bahkan, selembar brosur pun tak ada. Namun, siapa sangka, pondok yang awalnya dirintis dengan menumpang salah satu rumah warga di ujung Jalan Dermaga dekat Pelabuhan Nusantara Kolaka, kini santrinya membludak. “Mohon maaf, tahun ini ada banyak pendaftar yang terpaksa kami tolak, karena daya tampung asrama kami sudah penuh,” kata Ustadz yang merupakan salah satu Dewan Hakim MTQ Tingkat Provinsi Sultra.

Umumnya, santri yang datang dari berbagai daerah di Sultra untuk menimba ilmu hanya mendapat informasi dari sesama santri yang sudah lebih dulu masuk di pondok Khalilul Qur’an. Dan, pada MTQ Provinsi ke-27 tahun 2018 di Buton Utara,nama Pondok Tahfidz Khalilul Qur’an mulai dikenal sebagai salah satu pondok pembinaan hafidz ketika salah seorang santrinya meraih juara. Begitu pun pada MTQ Nasional 2019 di Pontianak, salah seorang santrinya atas nama Asrar Abu Khair, meraih juara nasional kategori hafalan 10 juz.

Ustadz Muslim menargetkan, dalam kurun waktu 3 tahun, setiap santri yang masuk di pondok sudah mampu menghafalkan Al-Qur’an 30 juz, dengan target hafalan 1 halaman tiap hari, sehingga dalam kurun waktu 20 hari sudah hafal satu juz. “Kita targetkan dalam satu bulan hafal satu juz, karena tiap juz terdiri dari 20 halaman, berarti 20 hari menghafal, 10 hari untuk mendaraz atau mengulang hafalan,” ujar alumni Institut Agama Islam As’adiyah Sengkang ini.

Ustadz Muslim mengaku, pertama kali mendirikan Pondok Tahfidz Khalilul Quran, ia dibantu salah seorang rekannya yang berprofesi sebagai anggota Polri yang bertugas di Polres Kolaka, Bripka Muhammad Anas. Kebetulan, rekannya tersebut adalah teman seangkatannya ketika bersekolah di Pesantren As’adiyah Sengkang.

Sebelum mendirikan pondok Khalilul Qur’an, Ustadz Muslim yang merupakan imam Masjid Agung Khaerah Ummah Kolaka, lebih dulu terlibat dalam pendirian Pondok Tahfidz Masjid Agung bersama rekannya Ustadz Baharuddin pada tahun 2014. “2017 saya inisiatif sendiri dirikan pondok Khalilul Qur’an ini,” katanya.

Kini, alumni pondok Tahfidz asuhan Ustad Muslim, sebagian telah melanjutkan studi ke jenjang Pendidikan ILmu Al-Qur’an yang lebih tinggi, diantaranya di LPTQ Jakarta, Makassar dan lainnya. Selama belajar di pondok Khalilul Qur’an, para santri hanya fokus menghafal Al-Qur’an dan mempelajari tafsir.

Untuk bisa masuk di pondok Tahfidz binaan Ustadz Muslim, tidak banyak ketentuan yang dipersyaratkan, yang penting calon santri sudah tamat SD atau SMP dan bersedia masuk pondok tanpa paksaan dari siapa pun termasuk orang tua. “Ketika mau masuk, saya akan tanya dulu, yang suruh mau mondok siapa, kalau mengaku atas dasar suruhan orang tua, saya pasti suruh pulang, tidak akan berhasil kalau dipaksakan, kecuali atas kemauan sendiri,” ujar Muslim didampingi rekannya Bripka Muhammad Anas.

Dalam hal biaya, Ustadz Muslim mengaku tidak pernah menetapkan berapa besaran biaya mondok di asrama Khalilul Qur’an. Namun, kepedulian dan perhatian orang tua santri sendiri yang secara swadaya patungan menyisihkan rezekinya untuk biaya hidup anak-anaknya. “Kami pernah rapat dengan para orang tua santri, mereka sendiri menyepakati besaran iuran perbulan Rp100 ribu,” katanya.

Laporan: Tama dan Tatan

Editor

Comment