TOPIKSULTRA.COM, KOLAKA UTARA – Kisah Duka mendera petani sagu di Desa Mosiku dan Desa Lelewawo Kecamatan Batu Putih Kabupaten Kolaka Utara (Kolut) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Puluhan tanaman pohon sagu mereka tumbang satu persatu bahkan ada juga mati kekeringan setelah di obrak abrik eksavator para penambang nikel dari kuasa Ijin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Kasmar Tiar Raya ((KTR).
Lahan sagu para petani di dua itu sekira 24 hektar yang terletak di Dusun I, Desa Mosiku dan Dusun IV jalan Trans Sulawesi, Desa Lelewawo, Kecamatan Batuputih. Mereka pasrah sumber mata pencaharian dilibas Pihak Perusahaan Pertambangan tanpa ada ganti rugi.
Kita ketahui bersama, salah satu makanan pokok di wilayah dua desa ini adalah sagu. Apalagi Harga sagu dipasaran saat ini mencapai Rp 80 ribu per karung dalam kemasan 30 kg
Para petani sudah bosan bertemu dengan perwakilan Perusahaan PT. KTR, bahkan berulang kali melakukan demonstrasi di Kantor DPRD Kabupaten Kolaka Utara, pihak Pemerintah Kabupaten pun melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Perwakilan Rakyat sudah berkali mendatangi lokasi pertambangan tetapi pihak PT. KTR tidak merespon.
Salah seorang petani sagu asal Desa Lelewawo, Nirwana mengungkapkan rasa sedih dan kesal melihat keangkuhan pihak PT. KTR. PT. KTR yang memberikan kuasa Joint Operation (JO) kepada Perusahaan untuk menambang disekitar lahan sagu milik Petani tanpa ada ganti rugi sedikit pun dari mereka.
“Para Perusahaan yang miliki Joint Operation (JO) dengan pihak PT. KTR menambang di sekitar kebun kami sehingga ketika hujan, maka terjaid banjir lumpur yang menggenangi lahan sagu sehingga banyak yang tidak bisa diolah,” ungkap Nirwan Kepada TOPIKSULTRA.COM saat memberikan keterangan melalui Via selulernya, Kamis (20/7/2023).
Nirwan menjelaskan, para petani sagu termasuk dirinya tinggal memilah pohon sagu yang masih bisa diolah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja.
“Nanti ada sisanya baru bisa dijual. Sebelumnya setiap satu pohon kalau diproduksi bisa mencapai 30 karung kecil dalam kemasan 30 kg. Selain itu, daun sagu selama ini dibikin atap oleh para petani untuk bahan jualan menambah penghasilan kini sudah berkurang,” katanya
Nirwana bersama para petani sagu lainnya mengatakan, pihaknya sudah berkali – kali mendatangi pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Kasmar Tiar Raya bahkan sudah sampai ke DPRD dan menyuarakan aspirasi kami hingga Pemerintah Kabupaten Kolut namun tidak ada tanggapan dari pihak perusahaan.
“Saya bersama petani lainnya sudah tidak akan lagi minta mengadu sama pemerintah karena tidak ada juga solusiny, ” ujarnya kesal.
Nirwana bersama para petani lainnya menyebut hanya bisa pasrah melihat kondisi tanaman sagu mereka, baik yang bertumbangan akibat dihantam eksavator maupun mati kekeringan akibat Banjir lumpur setiap musim penghujan tiba.
“Pohon sagu kami sudah tidak bisa produksi lagi karena aelain banyak tumbang juga tertimbun lumpur,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Nirwan mengatakan, kalau mengikuti aturan seharusnya ada pemberitahuan lebih awal sebelum ada aktivitas pertambangan.
“Kami tidak pernah diundang baik sosialisasi pembebasan lahan maupun lainnya tiba-tiba saja langsung melakukan penambangan,” ucapnya.
Menurut Nirwan, pembebasan lahan yang dilakukan pihak PT.Kasmar Tiar Raya hanya sebagian lahan warga yang terletak di daerah platinum Desa Tetebawo, selebihnya belum ada.
“Pembebasan lahan yang dilakukan pihak PT.Kasmar Tiar Raya hanya daerah Platinum Desa Tetebawo saja sementara diwilayah kami belum ada,” ungkapnya.
Laporan : Ahmar
Comment