BUTON UTARA, TOPIKSULTRA.COM — Ketua Bawaslu Buton Utara (Butur), Hazamuddin, mengungkapkan potensi pelanggaran Pilkada mulai bermunculan. Bahkan, sejak dimulainya tahapan sampai sekarang, sudah ada temuan 15 kasus pelanggaran, baik temuan secara langsung maupun temuan dari media sosial. “Hanya laporan masyarakat yang belum ada,
” kata Hazamuddin kepada wartawan, Selasa (4/8/2020), disela-sela rakor penindakan pelanggaran pemilihan bupati dan wakil bupati Butur, di salah satu hotel di Butur.
Menurutnya, ke-15 orang ini adalah aparatur sipil negara, yang dinilai tidak netral dan diduga melanggar UU nomor 10 tahun 2016 tentang pilkada, dan telah direkomendasikan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk diproses. “Kita berharap proses penanganan pelanggaran itu harus sesuai dengan tata peraturan, yang secara organisasi kelembagaan sudah ditentukan dalam peraturan Bawaslu,” ujarnya.
Saat ini, kata Hazamuddin, pengawasan Bawaslu sudah sampai tahap pencoklitan-pencocokkan dan penelitian data pemilih, dan akan dilanjutkan tahap evaluasi Penanganan pelanggaran pilkada. “Alhamdulillah, sekarang Panwas kecamatan sudah mulai aktif untuk menangawasi pelanggaran, makanya kita lakukan supervisi di setiap kecamatan. Kalau ada temuan, kita berharap kalau bisa ditangani di kecamatan, yah disana saja,” tuturnya.
Rakor penindakan pelanggaran pemilihan bupati dan wakil bupati Butur, diikuti sebanyak 24 orang, yang terdiri dari komisioner Panwas Kecamatan Se-kabupaten Butur, ditambah Staf HPP 1 orang. Rakor ini dimaksudkan untuk memantapkan proses penanganan pelanggaran pemilu sampai ke tingkat pengawasan desa/Kelurahan.
Menurut Hazamuddin, pergerakan bakal calon bupati / wakil bupati sudah meningkat. Begitu pun tahapan pemuktahiran data pemilih oleh KPU sudah dilakukan. Sehingga, secara kelembagaan Bawaslu Kabupaten Butur juga perlu melakukan pengawasan penanganan pelanggaran, agar setiap proses penanganan yang dilakukan di tingkat desa/ kelurahan ataupun di tingkat kecamatan, semua bisa dilakukan sesuai dengan SOP.
Dalam penanganan pelanggaran, tambah Hazamuddin, yang menjadi dasar adalah perBawaslu No 14 dan menyesuaikan di perBawaslu no 4 tentang protokol kesehatan. “Bentuk pelanggaran yang diatur dalam undang undang hanya empat poin, yaitu pelanggaran kode etik, pelanggaran pidana, pelanggaran admistrasi, dan pelanggaran hukum lainnya. Itu yang menjadi fokus,”tuturnya.
Sedangkan, untuk pelanggaran yang dilakukan oknum ASN maupun TNI Polri, itu masuk di pelanggaran hukum lainnya, yang diatur dalam UUD no 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
Laporan: Adrian
Comment