MUNA BARAT, TOPIKSULTRA.COM — Dari 1.700 hektar luasan sawah di Kabupaten Muna Barat (Mubar) Sulawesi Tenggara, sekitar 700 hektar dilaporkan kini menganggur atau tidak dapat diolah.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Mubar, NS Jono, mengaku harapan Mubar untuk mewujudkan swasembada beras sulit terwujud, disebabkan rusaknya atau tidak berfungsinya sejumlah saluran irigasi tersier. “Kita memiliki lahan persawahan 1.700 hektar, tapi yang bisa dikelolah baik hanya 1000 hektar, sementara yang 7.00 hektar tidak dapat dikelolah dengan baik akibat rusaknya sejumlah saluran irigasi,” kata Jono kepada TOPIKSULTRA.COM, di ruang kerjanya, Kamis, (4/3/2021).
Jono mengungkap, sedikitnya lima wilayah yang saluran irigasi persawahannya kini tidak bagus, seperti: Desa Lawada, Parura jaya, katangana, abadi jaya, dan wulanga jaya.
Dari tinjauan lapangan yang dilakukan Dinas Pertanian dan Pangan Mubar, sedikitnya ada delapan titik saluran irigasi tersier yang perlu di perbaiki. “Saluran tersebut tidak mampu mengairi sawah secarah keseluruhan karena kanal irigasi mulai bocor dan airnya merembet kemana-mana,” kata NS Jono.
Menurutnya, pihaknya sudah mengusulkan perbaikan kanal irigasi untuk delapan titik di Pemprov Sultra.”Dan delapan titik ini sudah dilakukan peninjauan dengan menghadirkan tim dari Provinsi,”ujarnya.
Saat ini, tambah Jono, petani padi di Mubar hanya menggarap lahan seluas 1.000 hektar dengan hasil produksi 6.000 ton pertahun, dengan estimasi 6 ton perhektar dalam dua musim panen.
“Untuk hasil panen setiap musim di Mubar belum mampu menjadi daerah mandiri dalam pemenuhan kebutuhan beras karena jumlah masyarakat yang mengkonsumsi beras di Mubar sekitar 80 ribu jiwa,”tuturnya.
Menurutnya, berdasarkan data WHO, setiap jiwa membutuhkan 300 gram beras. Dan untuk masyarakat Mubar, asumsi kebutuhan berasnya 21 ton dalam satu hari dan 85 ribu ton per tahun. Sementara hasil produksi beras petani kita hanya 6.000 ton pertahun. “Berarti kita butuh 25 ribu ton supaya kita bisa mandiri. Jika 700 hekatr itu dimanfaatkan maka bisa jadi kita sudah bisa mandiri dalam pemenuhan kebutuhan beras lokal,” ujarnya.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, kata Jono, pihaknya akan mengupayakan penambahan luasan tanam dan memperbaiki kanal irigasi yang tidak berfungsi, sehingga 700 hektar sawah yang
menganggur bisa diolah kembali. “Dan jika itu kita sudah tuntaskan, daerah ini tidak lagi ketergantungan beras dari daerah lain,” katanya.
Menurutnya, disamping memperbaiki sarana pendukung, Dinas pertanian juga terus mengupayakan peningkatan hasil produksi dengan menyediakan bibit gratis yang berkualitas dan pupuk gratis.
Jono menilai, terkadang petani kita juga tidak mau membeli bibit baru dan lebih mengandalkan bibit lama, sehingga berdampak pada hasil produksi yang tidak maksimal.
“Makanya kita sediakan bibit yang bagus, pupuk dan menyediakan alat pengeringan paska panen. Pengeringan paska panen ini sangat menentukan kualitas gabah, kalau pengeringan tidak bagus maka harganya juga drop. Makanya kita kemarin sudah menyediakan alat pengering yang bagus,” tuturnya.
Jono juga mengaku, pengolahan sawah yang dilakukan petani masih menggunakan sistem tradisional. Olehnya itu dinas pertanian terus memberikan edukasi kepada petani terkait bagaimana mengolah sawah secara moderen, kemudian menyediakan benih unggulan, penanaman, pemupukan sampai pra panen dan paska panen sembari menuntaskan jaringan irigasi
“Dengan langkah itu, kami harapkan produksi petani padi tahun ini bisa mencapai tiga sampai empat ton dalam satu kali panen sehingga dapat mengurangi ketergantungan beras dari daerah lain,” tuturnya.
Laporan: Laode Pialo