TOPIKSULTRA.COM, KENDARI – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Sulawesi Tenggara (Sultra) angkat bicara terkait polemik pelantikan guru SLTA se Sultra yang dinilai tidak sesuai prosedur.
Pengangkatan, purnatugas serta mutasi kepala sekolah tingkat SLTA, yang tertuang dalam SK Gubernur Prov Sultra No. 231 tahun 2023 menuai banyak protes dari para kepala sekolah yang dinonjob.
Seperti yang disampaikan oleh Syafruddin, salah satu kepala sekolah yang mendapat non job. Menurutnya, proses asesmen hingga proses pelantikan memiliki banyak kejanggalan
Mulai dari penerbitan SK No 231 yang tidak melalui rapat Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat), hingga pihak Dikbud yang meminta sejumlah uang saat mengadakan rapat kordinasi dan asesmen.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas (Kadis) Dikbud Sultra, Yusmin mengatakan, proses asesmen hingga penerbitan SK No 231 telah melalui tahapan panjang sebelum akhirnya dilakukan pelantikan.
“Dari awal saya telah sampaikan bahwa saya akan mengasesmen kepala sekolah, itu dari saat saya serah terima jabatan,” kata Yusmin saat ditemui kantornya, Rabu (24/05/2023).
Ditempat yang sama, Kepala Bidang GTK Dikbud Sultra, Husrin, menekankan proses penerbitan SK No 231 sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.
Ia mengungkapkan, proses asesmen hingga pelantikan para kepala sekolah diatur melalui Tim Pertimbangan Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Sekolah.
“Saya pastikan ini sesuai aturan, semua mekanismenya sudah berjalan. Tim perkembangan semua bertanda tangan. Mulai dari sekda, kepala dinas, sekretaris, dan saya juga sudah bertanda tangan,” katanya
Kata Husrin, hal itu sudah sesuai dengan Permendikbud nomor 40 tahun 2021 tentang penugasan guru sebagai kepala sekolah. Sehingga menurutnya, penerbitan SK No 231 tidak lagi memerlukan rapat Baperjakat karena sudah sesuai dengan aturan Permendikbud tersebut.
Sementara itu, Kasubag Keuangan, Dikbud Sultra, Apri juga ikut menjawab mengenai para kepala sekolah yang katanya dimintai sejumlah uang saat diselenggarakannya rakor dan asesmen beberapa bulan yang lalu.
Ia mengungkapkan, proses rakor serta asesmen memang dianggarkan melalui Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dikbud Sultra. Namun, kata Apri, DPA Dikbud Sultra tidak menganggarkan akomodasi penginapan dan makan untuk pelaksanaan asesmen yang berlangsung sehari setelah rakor.
Sehingga, Apri menjelaskan, selama berlangsungnya asesmen, para guru bisa menggunakan dana Bos untuk mengakomodasi biaya penginapan serta biaya konsumsi yang dikeluarkan.
“Sudah jelas kegiatan Rakor dibiayai oleh Dikbud satu hari, termasuk transport. Kemudian ada asesmen besoknya. Jadi mereka biaya sendiri untuk akomodasi, dan itu bukan uang pribadi, melainkan dari dana Bos,” ungkapnya
Laporan: Rahmat Rahim
Comment