TOPIKSULTRA.COM,KOLAKA UTARA –
Hasil uji petik Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Sulawesi Tenggara (Sultra) menemukan 83 Desa yang tersebar di 15 Kecamatan, Kabupaten Kolaka Utara (Kolut) yang pendataan dan penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) 2022 bermasalah.
Dari catatan temuan BPK RI menyebut, jumlah pendataan calon Keluarga Penerima Manfaat (KPM) sebanyak 1.086 tidak Sesuai Kriteria dan diduga didalamnya terlibat puluhan aparat desa dan Aparatur Sipil Negara (ASN) ditemukan dobel menerima bantuan sosial, baik BLT maupun bantuan pemerintah pusat lainnya. Dari 84 desa, hanya satu desa yang memenuhi kriteria tersebut.
“Kami menemukan tidak sesuai kriteria,” ujar Kepala BPK RI perwakilan Provinsi Sulawesi Tenggara, Dadek Nandemar, SE, MIT, Ak, CFE, CA, CSFA saat menghadiri sosialisasi di Kantor Bupati Kolaka Utara, Jum’at (27/1/2023) lalu.
Dia mengungkapkan, ada penerima BLT yang berpenghasilan tetap. Dari 62 KPM merupakan perangkat desa atau satu KK dengan perangkat desa di 25 desa, dan 14 KPM merupakan ASN atau satu KK dengan ASN juga terjadi di 10 Desa.
Menurut Dadek Nandemar, pihaknya juga menemukan 1.086 KPM mengakui menerima BLT ganda pada 83 desa yang dijadikan sample penelusuran dan mencatat terdapat 89 KPM dalam satu KK terima dobel.
“Sebanyak 1.086 KPM yang menerima bantuan tumpang tindih nilainya mencapai Rp 2.136.900.000,” ujarnya.
Selain itu, Dadek Nandemar mencatat, 14 KPM yang merupakan ASN atau Satu KK dengan ASN tersalur senilai Rp 37.800.000. Sebanyak 62 KPM merupakan perangkat desa tersedot senilai Rp161.100.000 dan 89 KPM yang tercatat dalam satu KK terima ganda mencapai Rp187.200.000.
Dadek Nandemar mendesak kepala daerah setempat memberikan teguran kepada Kepala DPMD karena dianggap lalai melakukan pembinaan kepada para Kepala Desa.
“Kami perintahkan untuk melayangkan teguran keras kepada desa yang menyalurkan BLT ke aparatnya serta belasan ASN terkait,” tegasnya.
Selanjutnya, Dadek Nandemar juga meminta kepada DPMD menegur kades Lapasi-Pasi, Kalo, Mosiku, Ponggi, Mataleuno, Puundoho dan Tanggeawo yang tidak menyalurkan bantuan kepada KPM sesuai dengan nilai yang seharusnya diterima masyarakat.
“Khusus Desa Kalo, Ponggi dan Mataleuno didesak segera menyalurkan dana BLT kepada KPM yang berhak,” katanya.
BPK juga meminta Inspektorat agar merencanakan dan melakukan pengawasan kegiatan BLT di wilayahnya.
“21 KPM pada tujuh desa kurang menerima manfaat dari BLT itu sendiri dan dananya beresiko disalahgunakan Pemdes,” katanya.
Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Pemerintahan Desa DPMD Kolaka Utara, Usman saat ditemui dikantor membenarkan hal tersebut.
Dikatakan, hal itu bermula dari pemenuhan 40 persen oleh desa yang harus dihabiskan bertepatan dengan penyaluran bansos dari pemerintah pusat.
“Waktu kita audit sebelumnya itu sudah dihentikan. Sementara yang kategori ASN itu karena ada keluarga penerima yang ada diantara mereka anaknya ASN dan itu kemudian diminta dikembalikan oleh BPK,” kata Usman kepada Wartawan, Senin (30/1/2023).
Menurutnya, adapun penyaluran BLT yang diduga dipangkas jumlahnya disampaikan merupakan kesalahpahaman.
“Dana tersebut sebelumnya disampaikan memang ada dan belum dilaporkan pihak desa karena penerima belum melakukan vaksinasi hingga belum disalurkan,” bebernya.
Meski demikian, Usman membenarkan jika banyak desa melanggar syarat administrasi pendataan dan penyaluran bansos akibat desakan pemenuhan 40 persen tersebut.
“Hingga penyaluran tahap IV hal itu diklaim sudah diatur kembali termasuk penerima yang dianggap tidak bersyarat.” tuturnya.
Laporan : Ahmar
Comment