Drs. Khumaidi Sajuri, M.AP Widyaswara Balai Besar Pemerintahan Desa Malang
Homo homini lupus, bahasa latín yang berarti “manusia adalah serigala bagi sesama manusianya”
TOPIKSULTRA.COM — Fasilitasi klarifikasi dari Bupati/Walikota melalui camat terhadap peraturan desa yang diundangkan sangat diperlukan untuk menjamin kualitas dan keabsahan suatu produk hukum desa tetap terjaga. Setelah melalui proses klarifikasi, peraturan desa tersebut akan diundangkan oleh pemerintah desa. Sesuai ketentuan pasal 26 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, dalam hal ada masalah tidak ditindaklanjuti proses klarifikasi oleh Kepala Desa, maka Bupati/Walikota dapat membatalkan peraturan desa tersebut. Proses klarifikasi harus memperhatikan tahapan –tahapan proses penerbitan peraturan desa yang meliputi, antara lain: perencanaan, penyusunan, pembahasan, dan penetapan peraturan desa yang akan dilakukan klarifikasinya. Berdasarkan Peraturan Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 2014, menyebutkan bahwa alur penerbitan peraturan desa sebagai berikut: Pertama, perencanaan. perencanaan rancangan peraturan desa dibahas dan ditetapkan oleh Kepala Desa bersama BPD dalam rencana kerja pemerintah desa (RKPDesa). Selanjutnya harus memperhatikan masukan dari masyarakat, Lembaga Kemasyarakatan Desa, dan Lembaga Adat Desa serta pemangku kepentingan di desa.
Kedua, penyusunan Peraturan Desa yang dilakukan oleh BPD/ Pemerintah Desa. 1) Penyusunan Peraturan Desa yang di inisiatif oleh Pemerintah Desa , dilakukan konsultasi dengan masyarakat dan melaksanakan tindak lanjut penyusunannya dengan mempertimbangkan masukan masyarakat dan pemangku kepentingan sebagai bahan Rancangan Peraturan Desa yang akan disampaikan kepada BPD. 2) Peraturan desa yang diusulkan oleh BPD. Usulan ini berasal dari anggota BPD yang disampaikan kepada pimpinan BPD untuk dibahas dan ditetapkan pada forum musyawarah BPD. Peraturan desa yang dihasilkan BPD adalah Perdes-Perdes selain peraturan desa tentang RPJMDesa, RKPDesa, APBDesa, LPJ Realisasi APBDesa, dan Perdes Organisasi Pemerintahan Desa.
Ketiga, Pembahasan. Untuk membahas Rancangan Peraturan Desa dilaksanakan melalui mekanisme, sebagai berikut : 1) BPD mengundang Pemerintah Desa dalam musyawarah BPD untuk membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa. Dalam hal rancangan peraturan desa sama, didahulukan rancangan peraturan desa usulan BPD. Rancangan Peraturan Desa usulan Pemerintah Desa sebagai bahan persandingan. Rancangan Peraturan Desa yang belum dibahas dapat ditarik kembali oleh pengusul. Rancangan Peraturan Desa yang telah dibahas tidak dapat ditarik kembali kecuali atas kesepakatan bersama antara Pemerintah Desa dan BPD; 2) Rancangan Peraturan Desa yang telah disepakati bersama disampaikan oleh pimpinan BPD kepada Pemerintah Desa untuk ditetapkan menjadi Peraturan Desa paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal kesepakatan. Rancangan Peraturan Desa wajib ditetapkan oleh Kepala Desa dengan membubuhkan tanda tangan paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya Rancangan Peraturan Desa dari pimpinan BPD.
Keempat, penetapan Rancangan Peraturan Desa yang telah dibubuhi tanda tangan disampaikan kepada Sekretaris Desa untuk diundangkan. Dalam hal Kepala Desa tidak menandatangani Rancangan Peraturan Desa wajib diundangkan dalam lembaran desa dan sah menjadi peraturan desa.
Kelima, penyebarluasan. penyebarluasan dilakukan oleh pemerintah desa dan BPD sejak penetapan penyusunan rancangan, pembahasan, dan pengundangan peraturan desa. Penyebarluasan dilakukan untuk memberikan informasi dan/atau memperoleh masukan dari masyarakat dan pemangku kepentingan.
Keenam, klarifikasi. Klarifikasi merupakan pengkajian dan penilaian terhadap peraturan desa untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum, atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Langkah-langkah klarifikasi peraturan desa oleh Bupati/Walikota melalui Camat adalah sebagai berikut: 1) Hasil koreksi dan tindak lanjut Bupati/Walikota melalui camat disampaikan kepada Kepala Desa; 2) Dalam hal Kepala Desa tidak menindak lanjuti hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dan tetap menetapkan menjadi peraturan desa; 3) Bupati/Walikota membatalkan peraturan desa dengan keputusan Bupati/Walikota; 4) Bupati/Walikota dapat membentuk tim klarifikasi rancangan peraturan desa ditetapkan oleh Bupati/Walikota; 5) Peraturan Desa yang telah diundangkan disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota paling lambat 7 hari sejak diundangkan untuk diklarifikasi; 6) Bupati/Walikota melakukan klarifikasi peraturan desa dengan membentuk tim klarifikasi paling lambat 30 hari sejak diterima. Hasil klarifikasi dapat berupa: a) Hasil klarifikasi yang sudah sesuai dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; b) Hasil klarifikasi yang bertentangan dengan ketentuan umum dan/atau ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi; 7) Dalam hal klarifikasi tidak bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Bupati/Walikota menerbitkan surat hasil klarifikasi yang berisi hasil klarifikasi yang telah sesuai.
Comment