Kementrian LHK Akui Lahan Perkantoran di Mubar Berstatus APL

Berita, Muna Barat496 Views

TOPIKSULTRA.COM, MUNA BARAT– Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan, lahan perkantoran Bumi Praja Laworoku, Kabupaten Muna Barat (Mubar) berstatus Arel Peruntukkan Lain (APL).

Pernyataan ini disampaikan berdasarkan surat dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktorat Jendral Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XXII pada 19 Agustus 2022 Nomor : S.550/BPKH XXII/PKH/PLA.0.2/8/2022 yang berisikan telaah titik koordinat lokasi perkantoran Bumi Praja Laworoku.

Dalam surat tersebut, Balai Pemantapan Kawasan Hutan menyatakan bahwa telaah teknis dilakukan terhadap titik koordinat menunjukan bahwa lokasi perkantoran Bumi Praja Laworoku berada pada Areal Penggunaan Lain (APL).

Hal itu dibenarkan Kabag Hukum Setda Mubar Yuliana, saat dihubungi melalui telpon selulernya, Kamis 2 November 2023.

Menurut Yuliana, Pemda Mubar telah bersurat pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengetahui titik koordinat lokasi perkantoran Bumi Praja Laworoku tertanggal 18 Agustus 2022.

“Hasilnya adalah titik koordinat menunjukan bahwa lokasi perkantoran Bumi Praja Laworoku berada pada Areal Penggunaan Lain (APL),” jelasnya.

Terkait polemik permintaan ganti rugi lahan perkantoran yang disuarakan oleh masyarakat di Lakalamba, Yuliana mengaku telah menjelaskan itu saat rapat dengar pendapat (RDP) di kantor DPRD Mubar beberapa waktu lalu.

“Kita sudah sampaikan itu. Selain masuk dalam kawasan Areal Penggunaan Lain (APL), tanah tersebut juga telah diserahkan Pemda Muna sebagai kelengkapan terbentuknya Kabupaten Muna Barat berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2014,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan Mubar, LM Amrin menyampaikan bahwa setelah ada inisiatif ganti rugi lahan itu pihaknya langsung melakukan konsultasi di Kabag Hukum Pemprov Sultra dan di Kejati Sultra. Dalam konsultasi itu Pemda Mubar tidak dibenarkan menggunakan nomenklatur ganti rugi lahan untuk pembangunan perkantoran karena status lahan itu adalah APL.

Makanya waktu itu sebelum dibayarkan saya konsultasi dulu di Kabag Hukum Provinsi Sultra dan di Kejati Sultra. Saya diingatkan agar tidak ganti rugi. “Makanya nomenklaturnya dibawa di UU Nomor 6 tahun 2020, tentang penanganan dampak sosial,” jelasnya.

Janji Pj Bupati Mubar, Dr Bahri terkait nilai ganti rugi lahan dengan nilai jual obyek pajak (NJOP) sekitar Rp5.000 bagian belakang dan Rp10.000. Jika ditotalkan, anggarannya sekitar Rp8,1 miliar.

Menurut Amrin, nilai ini merupakan perkiraan awal sebagai dasar dianggarkan di APBD karena saat itu ada lahan yang dikuasai oleh masyarakat.

“Jadi tidak bisa dijadikan dasar karena pak Pj hari itu berbicara soal perencanaan anggaran dengan estimasi seperti itu. Ketika dalam proses eksekusi yang berlaku adalah peraturan perundangan, bukan pernyataan. Yang berhak menentukan nilai adalah tim Appraisal sebagai tim independen yang diakui oleh negara”, tegasnya.

Terkait pihak-pihak yang melakukan demo menuntut ganti rugi lahan di Perkantoran Bumi Praja Laworoku, mantan Kabid Bina Marga ini mengaku tidak jadi masalah. Pemda Mubar merasa telah melakukan langkah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
Namun kata dia, ketika ada masyarakat yang mengaku memiliki lahan di wilayah itu maka perlu dipertanyakan izinnya. Karena sampai saat ini status lahan itu masih berstatus APL. Kemudian APL itu masuk kewenangan pemerintah.

“Ketika berbicara kewenangan pemerintah dan masyarakat datang menggunakan lahan itu, izin sama siapa, tiba-tiba datang mencaplok,” pungkasnya.

Laporan : Muhammad Nur Alim

Editor

Related Posts

Jangan Ketinggalan Berita Lainnya

Comment